Langsung ke konten utama

Mangkok Tanpa Alas

Seorang raja bersama pengiringnya keluar dari istananya untuk menikmati udara pagi. Di keramaian, ia berpapasan dengan seorang pengemis.

Sang raja menyapa pengemis ini, "Apa yang engkau inginkan dariku?"

Si pengemis itu tersenyum dan berkata, "Tuanku bertanya, seakan-akan tuanku dapat memenuhi permintaan hamba."

Sang raja terkejut, ia merasa tertantang, "Tentu saja aku dapat memenuhi permintaanmu. Apa yang engkau minta, katakanlah!"

Maka menjawablah sang pengemis, "Berpikirlah dua kali, wahai tuanku, sebelum tuanku menjanjikan apa-apa."

Rupanya sang pengemis bukanlah sembarang pengemis. Namun raja tidak merasakan hal itu. Timbul rasa angkuh dan tak senang pada diri raja, karena mendapat nasihat dari seorang pengemis. "Sudah aku katakan, aku dapat memenuhi permintaanmu. Apapun juga! Aku adalah raja > yang paling berkuasa dan kaya-raya."

Dengan penuh kepolosan dan kesederhanaan si pengemis itu mengangsurkan mangkuk penadah sedekah, "Tuanku dapat mengisi penuh mangkuk ini dengan apa yang tuanku inginkan."

Bukan main! Raja menjadi geram mendengar 'tantangan' pengemis di hadapannya.

Segera ia memerintahkan bendahara kerajaan yang ikut dengannya untuk mengisi penuh mangkuk pengemis kurang ajar ini dengan emas! Kemudian bendahara menuangkan emas dari pundi-pundi besar yang di bawanya ke dalam mangkuk sedekah sang pengemis. Anehnya, emas dalam pundi-pundi besar itu tidak dapat mengisi penuh mangkuk sedekah.

Tak mau kehilangan muka di hadapan rakyatnya, sang raja terus memerintahkan bendahara mengisi mangkuk itu. Tetapi mangkuk itu tetap kosong. Bahkan seluruh perbendaharaan kerajaan: emas, intan berlian, ratna mutumanikam telah habis dilahap mangkuk sedekah itu.
Mangkuk itu seolah tanpa dasar, berlubang.

Dengan perasaan tak menentu, sang raja jatuh bersimpuh di kaki si pengemis, ternyata dia bukan pengemis biasa, terbata-bata ia bertanya, "Sebelum berlalu dari tempat ini, dapatkah tuan menjelaskan terbuat dari apakah mangkuk sedekah ini?"

Pengemis itu menjawab sambil tersenyum, "Mangkuk itu terbuat dari keinginan manusia yang tanpa batas. Itulah yang mendorong manusia senantiasa bergelut dalam hidupnya. Ada kegembiraan, gairah memuncak di hati, pengalaman yang mengasyikkan kala engkau menginginkan sesuatu. Ketika akhirnya engkau telah mendapatkan keing inan itu, semua yang telah kau dapatkan itu, seolah tidak ada lagi artinya bagimu".

Semuanya hilang ibarat emas intan berlian yang masuk dalam mangkuk yang tak beralas itu. Kegembiraan, gairah, dan pengalaman yang mengasyikkan itu hanya tatkala dalam proses untuk mendapatkan keinginan..

Begitu saja seterusnya, selalu kemudian datang keinginan baru. Orang tidak pernah merasa puas. Ia selalu merasa kekurangan. Anak cucumu kelak mengatakan: power tends to corrupt; kekuasaan cenderung untuk berlaku tamak.

Raja itu bertanya lagi, "Adakah cara untuk dapat menutup alas mangkuk itu?"

"Tentu ada, yaitu rasa syukur kepada Tuhan. Jika engkau pandai bersyukur, Tuhan akan menambah hikmat padamu," ucap sang pengemis itu, sambil ia berjalan kemudian menghilang

Komentar

  1. woowww...
    renungan yang bagusss...saya merasa diberkati. Keep posting bro! JBU :)

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tuhan Merajut Kehidupanmu

Ketika aku masih kecil, waktu itu ibuku sedang menyulam sehelai kain. Aku yang sedang bermain di lantai, melihat ke atas dan bertanya, apa yang ia lakukan. Ia menerangkan bahwa ia sedang menyulam sesuatu di atas sehelai kain. Tetapi aku memberitahu kepadanya, bahwa yang kulihat dari bawah adalah benang ruwet. Ibu dengan tersenyum memandangiku dan berkata dengan lembut: “Anakku, lanjutkanlah permainanmu, sementara ibu menyelesaikan sulaman ini; nanti setelah selesai, kamu akan kupanggil dan kududukkan di atas pangkuan ibu dan kamu dapat melihat sulaman ini dari atas.” Aku heran, mengapa ibu menggunakan benang hitam dan putih, begitu Semrawut menurut pandanganku. Beberapa saat kemudian, aku mendengar suara ibu memanggil; ” anakku, mari kesini, dan duduklah di pangkuan ibu. “ Waktu aku lakukan itu, aku heran dan kagum melihat bunga-bunga yang indah, dengan latar belakang pemandangan matahari yang sedang terbit, sungguh indah sekali. Aku hampir tidak percaya melihatnya, karena dari bawah y...

SMA Xaverius 1 Sekolah Terbaik di Palembang

SMA Xaverius 1 Palembang merupakan salah satu sekolah terbaik di Palembang (dulu bernama SMA Xaverius). SMA Xaverius 1 Palembang didirikan oleh Frater Monfort, BHK (L. F. J. Nienhuis) pada tanggal 15 Juli 1951 dengan satu tujuan Pro Ecclesia et xav1 lama Patria (Demi Gereja dan Tanah Air). Pada awal berdirinya, SMA Xaverius 1 berlokasi di Jln. Talang Jawa 4 (sekarang Jln. Kol. Atmo). Sejak tahun 1953, SMA Xaverius 1 Palembang pindah ke Jln. Bangau 60 hingga sekarang ini. Awal mula pengajaran di SMA Xaverius 1 Palembang terpisah: SMA Xaverius 1 bagian Putra dan SMA Xaverius 1 bagian Putri. Visi SMA Xaverius 1 Palembang setia terhadap ciri khas Katolik dalam pencerdasan kehidupan bangsa, mengutamakan kebersamaan dan unggul dalam pelayanan pendidikan siswa berpribadi utuh Misi Membangun suasana kekeluargaan dan persaudaraan yang dilandasi cinta kasih dan nilai-nilai Kristiani. Mengembangkan pendidikan karakter model Xaverius : beribadah, berbudaya 4 S, disiplin, jujur dan ber...

Standar Umum

Dan bangsa besar manakah yang mempunyai ketetapan dan peraturan demikian adil seperti seluruh hukum ini. —Ulangan 4:8 Bacaan Untuk Setahun: Di awal hingar-bingarnya kelahiran Internet, para pengembang situs membuat aturan-aturan mereka sendiri. Alhasil, terjadilah kekacauan. Salah satu di antara permasalahan yang timbul adalah sesuatu yang terlihat bagus di satu komputer tidak dapat terbaca di komputer lain. Ini menyebabkan para perancang menyebut Internet sebagai jaringan liar, seperti suatu masa di wilayah Barat di Amerika Serikat ketika belum ada hukum yang berlaku. Untuk memperbaiki kekacauan ini, para pengembang situs mulai bertemu untuk menetapkan standar-standar yang disepakati bersama. Permohonan mereka mengingatkan kita akan alasan penting mengapa bangsa Israel memiliki hukum yang mengatur hidup mereka ketika mereka meninggalkan Mesir (Ul. 4:1). Tanpa hukum-hukum itu, kehidupan mereka akan menjadi anarkis. Namun, dengan hukum-hukum itu, mereka memiliki suatu sistem kehidu...